Senin, 19 Desember 2011

Ruang lingkup H Pidana

Nafi’ Mubarok, SH., MHI.
Fakultas Syariah IAIN Surabaya

 Asas legalitas
=> Sumber hukum asas legalitas
=> Makna dan sejarah asas legalitas
=> Penafsiran Undang-undang
=> Analogi dan pengecualiannya
 Asas teritorialitas
 Asas nasionalitas dan asas universalitas
Asas personalitas
===========================================
Disebut dengan “Asas Legalitas”
 Dasar hukum => Pasal 1 KUHP
"Tiada suatu perbuatan dapat dipidana
kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan dilakukan".
Artinya:
 (1) perbuatan pidana adalah yang
dicantumkan dalam per-UU-an
 (2) ketentuan pidana harus lebih dulu ada
daripada perbuatan itu
==============================================
1. tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan
ketentuan pidana menurut undang-undang;
2. tidak ada penerapan undang-undang pidana
berdasarkan analogi;
3. tidak dapat dipidana berdasarkan kebiasaan;
tetapi kebiasaan dapat dijadikan landasan.
4. tidak boleh ada perumusan delik yang kurang
jelas;
5. tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana;
6. tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan
undang-undang;
7. penuntutan pidana hanya menurut cara yang
ditentukan undang-undang.
==============================================
a. Rousseau (1762).
Setiap orang mengemukakan pendapatnya
dalam UU; termasuk para penjahat.
b. Beccaria (1764)
menghendaki perUUan pidana yang
berdasarkan asas rasional, memuja-muja
kodifikasi, sehingga hakim tidak
menafsirkan semaunya.
c. Bacon (1561-1632)
suatu pembenaran pidana, penjahat harus
diancam terlebih dahulu.
Hukum Pidana/Nafi' Mubarok/Ganjil 2011-2012
d. Jeremy Bentham (1748-1832)
Hukum bertujuan menjamin kebahagiaan,
sehingga kepastian hukum adalah tujuan.
d. Anselm von Feurbach, Jerman (1775-1833)
Asas legalitas adalah:
• Nulla poena sine lege; tidak ada pidana tanpa
ketentuan pidana menurut undang-undang.
• Nulla poena sine crimine; tidak ada pidana
tanpa perbuatan pidana.
• Nullum crimen sine poena legali; tidak ada
perbutan pidana tanpa pidana menurut
undang-undang.
=============================================
 Montesquieu (dalam De I'esprit des lois;
1978); mempropagandakan asas legalitas =>
“hakim hanya mulut/corong UU”.
 Masalahnya tidak satupun pembuat UU yang
mampu mengatur segala hal yang akan terjadi
dengan sejelas-jelasnya dan terperinci.
 Sehingga, diperlukan penafsiran (intepretasi)
ketentuan UU.
 Tujuan penafsiran (van Apeldoorn) =>
mencari dan menemukan kehendak
pembentuk UU yang telah dinyatakan secara
kurang jelas oleh pembuat UU.
===============================================
 Gramatikal.
 Sejarah undang-undang. Contoh UU
Subversif; kata "dapat".
 Sistematis; hubungan ketentuan yang satu
dengan yang lain.
 Teleologis; tujuan atau fungsional.
 Restriktif/akstentif. Kasus penggunaan aliran
listrik tidak melalui meteran; termasuk
pencurian (362 KUHP); karena listrik adalah
barang, dan penggunaan termasuk
mengambil. HR 23-5-1921.
==============================================
Banyak sarjana hukum yang
menyamakan/membedakan antara
interpretasi restriktif dengan analogi.
Beberapa negara melarang analogi, tetapi
banyak yang menerapkan termasuk
Indonesia.
Menurt Pompe, analogi/interpretasi restriktif
perlu digunakan; yaitu dalam:
a. hal-hal yang dilupakan oleh pembuat UU
b. hal-hal baru; tidak diketahui pembuat UU
sewaktu menyusunnya
==============================================
Dalam Hukum Pidana dikenal hukum
transitoir (peralihan), sebagai
perkecualian asas legalitas.
Sebagaimana dalam pasal 2 KUHP.
"Bilamana per-UU-an diubah setelah
waktu terwujudnya perbutan pidana,
maka terhadap tersangka digunakan
ketentuan yang paling menguntungkan
baginya".
========================================================
1. Asas teritorialitas
"… berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan
pidana di wilayah Indonesia (2 KUHP) dan perahu Indonesia (3
KUHP)".
2. Asas nasionalitas dan internasionalitas/perlindungan/nasional
pasif (pasal 4).
Bertujuan melindungi kepentingan nasional dan internasional.
Yaitu; setiap orang yang di luar Indonesia melakukan (semisal)
kejahatan mata uang.
3. Asas personalitas/nasional aktif (pasal 5 (1)
Pasal 5 (1) KUHP => WNI melakukan kejahatan di negeri asing.
Kejahatan keamanan negara, menyerang martabat presiden,
penghasutan menentang penguasa umum.
Pasal 5 (2) KUHP => WNA melukan tindak pidana di negara
asing melakukan naturalisasi sebagai WNI, agar tidak dituntut
di negara asing. Dengan pasal ini, WNA dapat dituntut.
============================================================
Locus Delicti, perlu diketahui untuk menentukan:
a. apakah hukum pidana Indonesia berlaku
b. pengadilan dan kejaksaan yg berwenang
Tempos Delicti, perlu diketahui dalam kaitannya
dengan;
a. asas legalitas; pasal 1 KUHP
b. kemampuan bertangung jawab; pasal 44
KUHP
c. kedewasaan pelaku; pasal 45 KUHP
d. daluwarsa/verjaring; pasal 79 KUHP.
e. tertangkap tangan.
=========================================================
Yurisprudensi mengenal empat teori yang
digunakan untuk menentukan:
1. Teori perbuatan materiil => kapan/dimana
pembuat mewujudkan segala unsur
perbuatan, atau pembuat seharusnya
berbuat.
2. Teori alat atau instrument => kapan dan
dimana alat (instrument) bekerja.
3. Teori akibat => tempat/waktu terjadinya
akibat.
4. Teori jamak => gabungan dari teori-teori
tersebut. 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes